Sunday, August 1, 2010

Siapa yang lebih Rasional ??


Alkisah di sekitar tahun 1950an, sekelompok sukarelawan internasional berusaha membantu pemerintah India mengendalikan jumlah penduduknya dengan memperkenalkan keluarga berencana. Dengan dedikasi yang tinggi, mereka mendistribusikan alat-alat kontrasepsi dan informasi cara penggunaannya. Namun, angka kelahiran di India tidak terpengaruh. Para sukarelawan tersebut menyalahkan penduduk India yang irasional dan masa bodoh.

Seorang konsultan ternama kemudian datang. Setelah mendengarkan keluh-kesah para sukarelawan tersebut, sang konsultan meminta mereka untuk tidak menyalahkan orang-orang India tersebut. Asumsi bahwa orang-orang India tidak perduli dengan KB bisa jadi adalah asumsi yang salah. Soalnya, bila orang-orang India tidak perduli masalah KB, mereka bisa saja memiliki 15-20 orang anak, sesuai dengan rata-rata jumlah usia produktif wanita. Tapi kenyatannya, jumlah rata-rata anak per keluarga berkisar di angka 4-5. Angka tersebut mencerminkan adanya upaya keluarga India untuk mengendalikan jumlah anak pada kisaran tersebut. Yang menjadi pertanyaan: mengapa 4-5? Untuk mengetahui alasan tersebut, sang konsultan menyarankan para sukarelawan tersebut mengadakan penyelidikan dengan mengasumsikan orang-orang India tersebut bertindak rasional dalam menentukan jumlah anak tersebut.

Para sukarelawan tersebut masih tidak goyah dengan pendapat mereka semula. Orang-orang India itu tidak mungkin bersikap rasional. Akhirnya, sang konsultan mengadakan penyelidikan sendiri.

Dan inilah hasilnya:

Ternyata di India tidak ada sistem jaminan sosial hari tua. Para pekerja juga dipensiunkan secara dini. Karena itu, pada saat memasuki usia paruh baya, mereka harus mengandalkan pendapatan dari anak-anaknya. Menurut perhitungan mereka, pendapatan 1 orang cukup untuk menyokong 2 orang; dan karena itu, mereka butuh setidaknya 2 orang anak untuk menyokong hidup 2 orang tuanya. Selain itu, dalam masyarakat India yang patriakis, umumnya yang bekerja adalah kaum pria sedangkan kaum wanita biasanya menjadi ibu rumah tangga. Karena kemungkinan melahirkan anak lelaki dan perempuan adalah 50-50, secara statistik setiap keluarga butuh rata-rata 4 orang anak untuk mendapatkan 2 anak lelaki yang akan menyediakan jaminan hari tua. Dan tingginya angka kematian bayi di India waktu itu, menyebabkan kadang-kadang mereka membutuhkan anak ke-5 untuk memastikan setidaknya ada 2 anak lelaki yang bisa hidup sampai mencapai usia dewasa. Dari sanalah didapat jumlah rata-rata anak 4-5 per keluarga.

Untuk menguji apakah kesimpulan tersebut benar, sang konsultan melihat keluarga yang hanya memiliki kurang dari 4 orang anak. Ternyata keluarga tersebut sudah memiliki 2-3 orang anak lelaki sehingga mereka tidak perlu melahirkan lebih banyak keturunan lagi.

Kesimpulan sang konsultan: Orang-orang India itu ternyata lebih cerdas dan rasional daripada yang dikira para sukarelawan. Dalam kesederhanaannya, mereka mampu menciptakan sistem jaminan sosial yang sesuai dengan konteks India saat itu. Sementara para sukarelawan itu justru yang bertindak irasional dengan memaksakan pola pikir dari negara mereka (yang memiliki jaminan sosial hari tua) tanpa memperhatikan perbedaan konteks yang penting.

Setelah mengetahui akar permasalahannya, sang konsultan bisa mengajukan alternatif solusi yang lebih cerdas: perpanjang usia pensiun. Memang usia pensiun tersebut bukanlah satu-satunya faktor, namun jelas merupakan faktor yang sangat penting.

Kadang kita memang sering menyalahkan pihak lain bila solusi yang kita tawarkan tidak berhasil menyelesaikan masalah. Alangkah baiknya bila cerita ini bisa memberi kita pandangan lain: Mungkin yang salah adalah cara pandang kita, bukan pihak lain. Pandangan yang sama pernah diberikan Stephen Covey dalam kebiasaan ke-5 dari 7 Kebiasaan Efektif yang diperkenalkan beliau: Seek first to understand, then to be understood.

Hanya dengan mengambil tanggung jawab ke atas pundak kita, kita bisa mencari alternatif solusi yang lebih baik. Konflik-konflik yang terjadi di sekitar kita: RUU APP, masalah di Papua dan Aceh, demo buruh, dlsb… pasti akan berkurang bila kita mampu mengadopsi cara pikir tersebut.

NB : Inget note ini kalau berniat jadi consultant. Watch our our recommendation result!

http://www.itpin.com/blog/category/mind-thinking/group-thinking/negotiations/

No comments:

Post a Comment